Rabu, 24 Maret 2010

MEMBANGUN �BUDAYA SADAR ARSIP� DEMI MENJAGA KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Quo Vadis NKRI

Masih sangat terasa keprihatinan bangsa ketika pada Desember 2002 mendengar kabar bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kenyataan pahit tersebut terjadi menyusul keputusan Mahkamah Internasional di Denhag Belanda yang memenangkan klaim Malaysia atas kedua pulau itu. Tiga tahun sebelumnya Indonesia juga kehilangan Timor-timur setelah diadakannya referendum rakyat yang mayoritas menghendaki merdeka. Belum kering luka Bangsa Indonesia karena kehilangan Sipadan dan Ligitan, Negeri Jiran itu kembali berulah. Malaysia mengklaim kesenian Reog Ponorogo sebagai miliknya. Informasi ini terungkap dalam situs internet milik Kementrian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia yang menyebutkan bahwa Kesenian Reog adalah milik Pemerintah Malaysia. Sebulan sebelumnya media massa juga ramai-ramai memberitakan jika lagu �Rasa Sanyange� telah dijadikan lagu promosi Lima Puluh Tahun Malaysia. Banyak pihak juga mencurigai negara tetangga kita itu telah mematenkan motif batik dan Musik Angklung yang merupakan hasil budaya Bangsa Indonesia. (Kompas, 5 Oktober 2007)

Peristiwa lain yang hampir sama dengan kasus-kasus di atas juga pernah terjadi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Di UGM pernah ada penelitian tentang teknologi biotik pembibitan anggrek yang disebut tissue culture. Informasi tersebut pernah dikatakan Rektor UGM waktu itu, Prof. Dr. Sofian Effendi pada acara penandatangan piagam kerjasama antara UGM dan Arsip Nasional RI, tanggal 3 Oktober 2002. Penelitian Prof. Muso dari Fakultas Biologi UGM 35 tahun yang lalu itu, kini tidak jelas rimbanya. Ada sinyalemen bahwa tissue culture telah dipatenkan negara tetangga.

Sementara itu, akhir-akhir ini sering terdengar berita tentang keributan di dalam negeri. Penggusuran pemukiaman maupun pasar menjadi pemandangan yang biasa di layar televise. Keributan soal lahan atau sengketa tanah tidak hanya terjadi antara warga masyarakat dengan pemerintah tetapi juga bisa terjadi antar warga sendiri atau antar sesama instansi pemerintah. Salah satu contoh adalah sengketa antara Pemda Cilacap dengan Pemda Kebumen menyangkut status Tanah Timbul di Alur Sungai Bodho. Sengketa wilayah mengemuka saat munculnya rencana Pemda Kebumen membangun pelabuhan ikan di Sungai Bodho yang berdekatan dengan Objek Wisata Pantai Logending Kebumen. Rencana tersebut terpaksa dibatalkan karena di tempat itu telah berdiri Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Jetis yang dibangun Pemda Cilacap. Tanah timbul di alur Sungai Bodho telah bertahun-tahun diklaim sebagai Wilayah Cilacap. (KR, 20 Juni 2002)

Makna Keutuhan NKRI

Diskripsi di atas mewakili 2 cerita tentang anasir yang mesti diwaspadai terkait keutuhan wilayah Republik Indonesia. Pertama adalah anasir dari luar yang digambarkan oleh Negara tetangga kita, Malaysia. Anasir kedua adalah anasir yang muncul dari dalam NKRI sendiri. Anasir itu ada yang sudah berujud gerakan yang secara terang-terangan berani melakukan makar seperti Gerakan Aceh Merdeka, Republik Maluku Selatan dan Gerakan Papua Merdeka, ada juga yang berupa kelompok kecil yang belum kelihatan. Kasus-kasus pesengketaan antar warga atau antar instansi pemerintah patut juga diwaspadai. Sekecil apapun sengketa atau perselisihan tersebut akan menggangu sendi-sendi kerukunan dan persatuan bangsa jika tidak disikapi secara bijaksana.

Memperhatikan diskripsi dan pengalaman di atas terlihat bahwa pemahaman tentang keutuhan NKRI mencakup makna:

1. Keutuhan wilayah, meliputi seluruh pulau dengan segenap tanah, air dan udara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

2. Keutuhan khasanah budaya meliputi adat istiadat, karya cipta dan hasil pemikiran Bangsa Indonesia dan suku-suku di seluruh wilyah NKRI.

3. Keutuhan Sumber Daya Alam (SDA), meliputi seluruh kekayaan alam berupa barang tambang, flora dan fauna beserta seluruh plasma nutfahnya.

4. Keutuhan penduduk atau Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi keutuhan orangnya, statusnya, keselamatan bahkan kesejahteraannya.

Merenungkan Permasalahan

Menyadari luasnya cakupan makna keutuhan NKRI maka menjadi berat dan luas pula tugas menjaganya. Penjagaan atau pembelaan tidak cukup dilakukan dengan menyampaikan nota protes oleh pejabat negara atau demonstrasi oleh rakyat dan mahasiswa, lebih penting dari itu adalah merenungkan apa penyebab kasus-kasus ancaman tersebut terjadi, untuk kemudian melakukan langkah-langkah pencegahannya. Sekurang-kurangnya ada dua penyebab mengapa ancaman terhadap NKRI terjadi sebagaimana diskripsi peristiwa-peristiwa tersebut di atas:

1. Kurangnya kepedulian terhadap keutuhan NKRI

Salah satu pertimbangan Mahkamah Internasional dalam memutuskan sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan adalah soal kepedulian. Indonesia dinilai lalai dalam megelola kedua pulau itu sejak tahun 1950. Sementara Malaysia dengan berbagai trik berusaha mengelola kedua pulau itu. Diantaranya dengan membuka penangkaran penyu dan membangun motel-motel bahkan mempromosikannya. Mengomentari kekalahan tersebut Mantan Menteri Luar Negeri RI, Prof. Dr. Muladi mengatakan lepasnya kedua pulau tersebut karena Deplu RI menganggap persoalan tersebut sepele. (KR/ 18,19 dan 21 Desember 2002)

2. Lemahnya �Budaya Sadar Arsip�

Pengalaman hilangnya hasil penelitian Prof. Muso dari UGM mengindikasikan hal itu. Kemungkinan pertama penilitian itu tidak dicatat secara tertib dan kemungkinan lainnya penelitian tersebut dicatat tetapi tidak diarsipkan secara baik. Kejadian sengketa tanah antar Pemda Kebumen dan Pemda Cilacap juga menunjukkan rendahnya kesadaran kearsipan kita. Andai kedua pemda tersebut memiliki arsip-arsip topografi daerahnya masing-masing tentu sengketa itu tidak perlu terjadi. Kalupun tetap terjadi maka penyelesaiannya tidak perlu memakan waktu bertahun-tahun.

Peran Arsip dalam mengawal Keutuhan NKRI

Keutuhan Wilayah

Indonesia adalah negara besar dilihat dari jumlah penduduk maupun luas wilayahnya dan jumlah pulaunya. Indonesia mempunyai penduduk lebih dari 210 juta jiwa dan mempunyai 17 ribu lebih pulau. Betapa sulitnya menjaga dan merawat pulau sebanyak itu. Jangankan merawat memberi nama saja tidak mudah. Betapapun berat tugas merawat dan menjaga Indonesia Raya itu Pemerintah dan segenap komponen bangsa harus tetap berkomitmen untuk melaksanakannya demi keutuhan NKRI.

Sebagai langkah awal perlu diadakan inventarisasi seluruh pulau. Pulau-pulau yang belum bernama segera diusahakan untuk diberi nama. Selanjutnya diadakan pendataan, identifikasi dan topografi terhadap masing-masing pulau sekaligus penancapan batu prasasti atau papan nama yang beridentitas Indonesia. Beberapa pulau yang berbatasan langsung dengan wilayah negara lain perlu dibangunkan mercu suar. Seluruh kegiatan tersebut pasti menghasilkan arsip baik berupa tekstual (arsip kertas) maupun nontektual seperti foto, denah, peta, film dan lain-lain. Arsip-arsip inilah yang harus disimpan oleh lembaga-lembaga terkait seperti TNI, Dephan, Depkumham, Depdagri dan lain-lain. Sementara demi keamanan dan keselamatan, arsip-arsip tersebut juga harus disimpan di Arsip Nasional. Arsip inilah yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang sehingga mereka mempunyai bukti otentik jika sewaktu-waktu wilayah NKRI dipersoalkan. Upaya ini perlu dibarengi dengan patroli keamanan secara rutin oleh TNI untuk menjaga masuknya pihak lain secara illegal. Pengakuan internasional atas wilayah berikut seluruh pulaunya juga penting. Oleh karenanya perlu didaftarkan ke lembaga internasional yang berwenang.

Identifikasi dan topografi perlu dilakukan secara terencana dalam kurun waktu tertentu untuk mengantisipasi perubahan wilayah karena proses alam. Kegiatan ini juga sangat baik dilakukan oleh Pemda-pemda di Indonesia supaya kasus Tanah Timbul Sungai Bodho di Kebumen tidak terjadi di daerah lain. Dulu tanah timbul itu berupa delta yang terpisah dari wilayah Cilacap. Seiring waktu karena proses alam antara delta sungai itu menyatu dengan daratan Cilacap sehingga wajar Cilacap mengklaim sebagai wilayahnya. Padahal menurut peta yang dibuat Belanda tahun 1931 Tanah Timbul tersebut wilayah Kebumen. Untung dokemen peta tersebut disimpan oleh Kodam IV Diponegoro sehingga sengketa dapat diselesaikan pada Februari 2002. (KR, 20 Juni 2002)

Keutuhan SDA dan khasanah budaya

Indonesia adalah negeri terbesar kedua dalam hal kekayaan plasma nutfah setelah Brazil. Jika ditambah dengan keragaman hayati kelautan maka Indonesia menduduki posisi paling puncak. Dengan kata lain Wilayah Indonesia merupakan Mega Centre Kekayaan Plasma Nutfah dan Biodiversitas Kelautan Dunia. Begitu pula khasanah dan ragam budayanya. Indonesia mempunyai banyak suku bangsa. Masing-masing suku mempunyai upacara, pakaian, rumah, lagu, alat musik, tarian, senjata, dan budaya sendiri-sendiri. Kalau tiba-tiba bangsa lain mengklaim karya budaya nenek moyang kita sebagai miliknya tentu kita tersinggung. Kita bisa terima, kalau mereka sekedar menyanyikan lagu atau memainkan musik tradisional kita. Bahkan mungkin kita bangga sebab karya bangsa kita diapresiasi tinggi oleh bangsa lain.

Rangkaian langkah yang dapat dilakukan sebagai upaya menjaga keutuhan khasanah budaya bangsa dan SDA Indonesia adalah:

1. Inventarisasi terhadap sumber daya alam dan hasil karya budaya bangsa

2. Pendataan dan identifikasi ciri-ciri spesifik setiap SDA atau karya budaya disetai foto atau film dilengakapi penelusuran asal muasalnya.

3. Pembuatan sentral data SDA dan karya budaya secara nasional

4. Pengarsipan seluruh bukti administrasi dan hasil identifikasi oleh instansi terkait serta Arsip Nasional RI. Arsip-arsip inilah yang akan kita wariskan kepada anak cucu dan sebagai bahan bukti jika ada terjadi sengketa atau klaim oleh negara lain demi menjaga keutuhan NKRI.

5. Publikasi yang dilakukan kepada rakyat Indonesia sendiri supaya mencintai dan melestarikan maupun kepada bangsa lain agar memperoleh apresiasi dan pengakauan.

Keutuhan Bangsa

Kasus Askar Wathoniyah adalah bukti carut marut pengelolaan negara kita dalam bidang administrasi kependudukan. Peristiwa tersebut juga menunjukan kalau negara lemah dalam menjaga keutuhan penduduknya. Entah bagaimana asal muasalnya sejumlah WNI dengan mudah pindah kewarganegaraan kemudian mereka diorganisir, dilatih, digaji dan direkrut menjadi tentara cadangan Malaysia. Mereka diberi atribut kemiliteran dan diberi tugas membantu Tentara Diraja Malaysia untuk menjaga daerah yang berbatasan dengan Indonesia. Apa yang terjadi jika diperbatasan tersebut terjadi perang atau bentrok, berarti kita berperang melawan bangsa sendiri.

Usaha perbaikan sistem administrasi kependudukan mendesak dilakukan. Program pemberlakuan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nasional dapat dijadikan alternatif solusi. Disamping efektif karena KTP berlaku seumur hidup, program itu menjadikan setiap warga negara tidak akan pernah ganti nomor KTP walaupun dia pindah tempat tinggal di kota lain di Indonesia. Cara ini akan mempermudah mengontrol keberadaan serta status setiap WNI tetapi tidak mudah diemplementasikan. Hampir bisa dipastikan penomoran KTP dalam satu kabupaten atau kecamatan tidak akan berurutan. Hal ini tentu menyulitkan pengelolan file-file di komputer maupun pengarsipan berkas di kabupaten atau kecamatan. Program KTP nasional akan berjalan baik jika benar-benar didukung pengarsipan yang handal baik secar elektronik maupun manual.

Simpulan

Uraian di atas secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Keutuhan NKRI tidak hanya bermakna wilayah melainkan mencakup aspek sumber daya alam, sumber daya manusia dan seluruh khasanah budaya bangsa. Seluruh aspek harus dijaga dari gangguan pihak luar dan pihak dalam.

2. Perlu upaya sungguh-sungguh dan terencana untuk menjaga keutuhan NKRI. Salah satunya dengan membangun �budaya sadar arsip� oleh seluruh komponen bangsa.

3. Arsip adalah aset bangsa yang sangat penting dan tak tergantikan karena di dalamnya terekam data seluruh aspek keutuhan NKRI. Arsip akan menjadi bukti jika aspek-aspek tersebut dipersoalkan pihak lain. Arsip juga akan menjadi pusat memori dan sumber referensi bagi generasi mendatang untuk mengawal keutuhan NKRI.

Daftar Bacaan

1. UU No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan

2. ANRI, Arsip dan Sejarah, 1980

3. Sofyan Said, Kasus Sipadan dan Ligitan: Cermin Manajemen Kenegaraan Kita, Republika, 13 Desember 2002.

4. Umar Suwito, Lagu Kita Dibajak? Tidak Cuma �Rasa Sayange�, Kedaulatan Rakyat,17 November 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar